Untuk memahami definisi pengembangan dapat menyimak uraian
pendapat berikut. Seels & Richey (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa
pengembangan adalah proses menerjemahkan spesifikasi produk ke dalam bentuk
fisik. Gatot (2008) menyatakan bahwa “pengembangan dapat dimaknai sebagai
tindakan menyediakan sesuatu dari tidak tersedia menjadi tersedia atau
melakukan perbaikan-perbaikan dari sesuatu yang tersedia menjadi lebih sesuai,
lebih tepatguna dan lebih berdayaguna”.
Hasil simpulan di atas sesuai dengan pendapat Banathy
tentang pengembangan bahan ajar. Banathy (dalam Gatot, 2008) menyatakan bahwa
pengembangan bahan ajar adalah suatu proses yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi isi dan strategi pembelajaran
yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara lebih efektif dan
lebih efisien.
Pengembangan bahan ajar merupakan
wujud pengembangan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang diadaptasi dari teori-teori pembelajaran (Syahid, 2003). Lebih lanjut, Syahid menjelaskan bahwa pengembangan bahan ajar ini bukan hanya didasarkan atas kepentingan pengembang, melainkan merupakan altematif pemecahan masalah pembelajaran. Mahasiswa bukan hanya berinteraksi dengan dosen, melainkan juga dapat berinteraksi dengan sumber belajar yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
wujud pengembangan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang diadaptasi dari teori-teori pembelajaran (Syahid, 2003). Lebih lanjut, Syahid menjelaskan bahwa pengembangan bahan ajar ini bukan hanya didasarkan atas kepentingan pengembang, melainkan merupakan altematif pemecahan masalah pembelajaran. Mahasiswa bukan hanya berinteraksi dengan dosen, melainkan juga dapat berinteraksi dengan sumber belajar yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Pengembangan bahan ajar ini memiliki tujuan. Gatot (2008)
menyampaikan tujuan di atas melalui kutipan berikut.
Pengembangan bahan ajar memiliki tujuan terencana, yaitu (1)
mempersiapkan kegiatan pembelajaran dalam berbagai situasi supaya dapat berlangsung
secara optimal, (2) meningkatkan motivasi pengajar untuk mengelola kegiatan
belajar mengajar, dan (3) mempersiapkan kegiatan belajar mengajar dengan
mengisi bahan-bahan yang selalu baru, ditampilkan dengan cara baru dan
dilaksanakan dengan strategi pembelajaran yang baru pula.
Mbulu (2004:6) menyatakan ada empat tujuan, yaitu (1)
diperolehnya bahan ajar yang sesuai dengan tujuan institusional, tujuan
kurikuler, dan tujuan pembelajaran, (2) tersusunnya bahan ajar sesuai struktur
isi mata pelajaran dengan karakteristiknya masing-masing, (3) tersintesiskan
dan terurutkannya topik-topik mata pelajaran secara sistematis dan logis, dan
(4) terbukanya peluang pengembangan bahan ajar secara kontinu mengacu pada
perkembangan IPTEK. Kemendiknas (2007) merumuskan tiga tujuan, yaitu (1)
memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal,
(2) mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik peserta didik
maupun pengajar, dan (3) dapat digunakan secara tepat dan bervariasi.
Pengembangan bahan ajar harus didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu agar tujuan di atas dapat diwujudkan. Olivia (dalam
Mbulu, 2004:7) memberikan sepuluh prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu (1)
perubahan kurikulum diminta dan diperlukan sekali, (2) kurikulum adalah produk
zamannya, (3) perubahan kurikulum pada masa yang lebih akhir selalu berkaitan
dengan tumpang tindih dengan perubahan kurikulum sebelumnya, perubahan
kurikulum salah satu akibat dari perubahan masyarakat, (5) pengembangan
kurikulum didasarkan pada suatu proses pembuatan pilihan dari sejumlah
alternatif, (7) pengembangan kurikulum tidak pernah berakhir, (8) pengembangan
kurikulum lebih efektif ketika dilakukan secara komprehensif, tidak sebagai
proses bagian per bagian, (9) pengembangan kurikulum lebih efektif ketika
dilakukan dengan mengikuti suatu proses sistematik, dan (10) pengembangan
kurikulum dimulai dari kurikulum itu sendiri. Mbulu (2004:8) sendiri memberikan
tujuh prinsip pengembangan bahan ajar, yaitu (1) bertahap, artinya dilaksanakan
mulai dari kelompok dan jenis mata pelajaran sampai dengan menetapkan isi dari
setiap mata pelajaran, (2) menyeluruh, artinya dilaksanakan dengan memandang
isi setiap pelajaran secara menyeluruh tidak bagian per bagian, (3) sistematik,
artinya dilaksanakan dengan memandang isi mata pelajaran sebagai kesatuan utuh
dan melalui proses yang berulang-ulang, (4) luwes, artinya dapat menerima
hal-hal baru yang belum tercakup dalam isi mata pelajaran pada saat
pengimplementasiannya, (5) validitas keilmuan, artinya bahan ajar didasarkan
pada tingkat validitas dari topik yang ditata urutannya dan dijabarkan
keterhubungannya harus benar-benar dapat dipercaya, (6) berorientasi pada
pebelajar, artinya harus sesuai dengan karakteristik pebelajar dan memperhatikan
kebutuhan serta perhatian/minat pebelajar, dan (7) berkesinambungan, artinya
pengembangan bahan ajar merupakan proses yang tidak berhenti sekali jalan,
tetapi merupakan proses yang menghubungkan setiap kegiatan pengembangan, yaitu
merancang, mengevaluasi, dan memanfaatkan.
Dengan merujuk UNESCO, Kemendiknas (2007) merumuskan syarat
bahan ajar yang baik. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang berkualitas
diuraikan melalui kutipan berikut. Syarat-syarat bahan ajar atau buku teks yang
berkualitas adalah (1) bahan ajar memiliki peran penting untuk mewujudkan
pendidikan yang merata dan berkualitas tinggi, (2) bahan ajar merupakan produk
dari proses yang lebih besar dari pengembangan kurikulum, (3) isi bahan ajar
memasukkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, mengintegrasikan proses pedagogis
yang mengajarkan secara damai terhadap penyelesaian konflik, kesetaraan gender,
nondiskriminasi, praktik-praktik dan sikap-sikap lain yang selaras dengan
kebutuhan untuk belajar hidup bersama, (4) bahan ajar memfasilitasi
pembelajaran untuk mendapatkan hasil-hasil spesifik yang dapat diukur dengan
memperhatikan berbagai perspektif, gaya pembelajaran, dan modalitas berbeda
(pengetahuan, keterampilan, dan sikap), (5) memperhitungkan level konseptual,
lingkungan linguistik, latar belakang dan kebutuhan pebelajar di dalam
membentuk isi dan mendesain model pembelajaran, (6) bahan ajar memfasilitasi
pembelajaran yang dapat mendorong partisipasi dan pengalaman secara merata dan
setara oleh semua pebelajar yang terlibat dalam proses pembelajaran, dan (7)
bahan ajar dapat dijangkau dari sisi biaya, memiliki daya tahan lama, dan dapat
diakses oleh semua pebelajar.
Syarat penyusunan bahan ajar juga disampaikan Tjipto Utomo
dan Kees Ruijter (dalam Mbulu, 2004:88). Syarat-syarat tersebut adalah (1)
memberikan orientasi terhadap teori, penalaran teori, dan cara-cara penerapan
teori dalam praktik, (2) memberikan latihan terhadap pemakaian teori dan
aplikasinya, (3) memberikan umpan balik tentang kebenaran latihan itu, (4)
menyesuaikan informasi dan tugas sesuai tingkat awal masing-masing peserta
didik, (5) membangkitkan minat peserta didik, (6) menjelaskan sasaran belajar
kepada peserta didik, (7) meningkatkan motivasi peserta didik, dan (8)
menunjukkan sumber informasi yang lain.
Gatot (2008) juga menambahkan bahwa “bahan ajar yang baik
harus dapat memenuhi tuntutan kurikulum yang berisi kompetensi-kompetensi yang
ditentukan”. Materi-materi ajar terarah sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Kompetensi-kompetensi yang diberikan sesuai dengan kurikulum.
Untuk bahan ajar berbasis web, Purnomo (2009) memberikan
syarat terkait konten web yang baik. Syarat konten web yang baik dijelaskan
berikut ini.
Materi Pembelajaran. Berisi material pembelajaran yang akan
disampaikan melalui berbagai jenis format. Format tersebut seperti teks,
gambar, foto, grafik, slide presentasi, animasi, HTML, audio (narasi, audio
streaming, audio recorded), video (video recorded, video streaming).
Interaksi dan komunikasi. Berisi konten yang memfasilitasi
proses interaksi dan komunikasi baik antara siswa dan siswa maupun siswa dan
trainer, secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous).
Tugas, tes dan
evaluasi siswa. Konten yang berisi aktivitas penugasan, tes serta evaluasi bagi
siswa.
Sumber daya digital (digital resources). Konten berisi
berbagai sumber daya pembelajaran berbentuk digital dan/atau online
Informasi. Berisi informasi yang ingin disampaikan pada user
mengenai pengajaran yang akan diikuti. Bentuk modul informasi ini dapat berupa
silabus, berita dan informasi, pengumuman dsb.
Bahan ajar dapat juga ditinjau dari segi kemenarikan dan
penggunaan bahasa agar dapat dimanfaatkan dengan efektif. Greene & Petty
(dalam Hakim 2001) menyatakan bahwa ciri bahan ajar yang berkualitas adalah (1)
dapat menarik perhatian, (2) membangkitkan motivasi belajar, (3) memuat
illustrasi yang menarik, (4) penggunaan bahasa yang jelas, (5) adanya
keterkaitan dengan pelajaran yang lain, dan (6) terhindar dari konsep yang
samar-samar.
Untuk mengembangkan bahan ajar, Gatot (2008) memberikan
empat tahapan. Tahapan-tahapan tersebut dijabarkan melalui uraian berikut.
Tahapan pengembangan bahan ajar meliputi (1) mengidentifikasi aspek-aspek
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang menjadi acuan pemilihan bahan ajar,
(2) mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar, (3) memilih bahan ajar yang
sesuai dengan butir pertama, dan (4) memilih sumber bahan ajar.
Mbulu (2004:77) juga menawarkan sebuah prosedur pengembangan
bahan ajar melalui tiga tahap. Ketiga tahap tersebut adalah (1) tahap
merancang, yaitu menerjemahkan pengetahuan/teori yang bersifat umum ke dalam
bentuk yang terinci, meliputi mengkaji kompetensi, analisis pembelajaran,
analisis isi, seleksi isi, penataan urutan isi, dan struktur isi, (2) tahap
menilai, dilakukan untuk uji kelayakan draft awal, mencakup penilaian formatif,
revisi, dan sumatif, dan (3) tahap pemanfaatan, mencakup kegiatan pengembangan
pembaca dan pengembangan bahan pembelajaran.
Kemendiknas (2008) menyatakan bahwa pengembangan bahan ajar
dimulai dari (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) indikator, (4)
materi pembelajaran, (5) kegiatan pembelajaran, dan (6) bahan ajar. Berdasarkan
kedua rujukan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengembangan bahan ajar
dimulai dari (1) identifikasi standar kompetensi, (2) identifikasi kompetensi
dasar, (3) identifikasi indikator, (4) identifikasi materi bahan ajar dan
memilih bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, (5) merancang kegiatan
pembelajaran, dan (6) memilih jenis dan menyusun bahan ajar.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
pengembangan bahan ajar sering dikemas menjadi pembelajaran elektronik
(e-Learning). Dalam pengembangan pembelajaran elektronik (e-Learning), Wahono
(2006) memberikan tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu (1) aspek rekayasa
perangkat lunak, (2) aspek desain pembelajaran, dan (3) aspek komunikasi
visual.
Berdasarkan aspek rekayasa perangkat lunak (software),
Wahono (2006) menjelaskan sembilan faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pengembangan pembelajaran elektronik (e-Learning). Kesembilan faktor ini
dijelaskan sebagai berikut.
… (1) efektif dan efisien dalam pengembangan maupun
penggunaan media pembelajaran (operasional perangkat lunak tidak membutuhkan
spesifikasi yang kompleks), (2) reliabilitas (kehandalan, tidak mudah hang),
(3) maintainabilitas (dapat dipelihara atau dikelola dengan mudah), (4)
usabilitas (mudah digunakan dan sederhana dalam pengoperasiannya), (5) ketepatan
pemilihan jenis aplikasi/software /tool, (6) kompatibilitas (dapat
diinstalasi/dijalankan di berbagai hardware dan software yang ada), (7)
pemaketan program media pembelajaran terpadu dan mudah dalam eksekusi, (8)
dokumentasi program media pembelajaran yang lengkap, dan (9) reusabilitas
(sebagian atau seluruh program media pembelajaran dapat dimanfaatkan kembali
untuk mengembangkan media pembelajaran lain).
Berdasarkan aspek desain pembelajaran, Wahono (2006)
memberikan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pengembangan pembelajaran
elektronik (e-Learning). Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut. …
(1) kejelasan tujuan pembelajaran (rumusan, realistis), (2) relevansi tujuan
pembelajaran dengan /kurikulum, (3) cakupan dan kedalaman tujuan pembelajaran,
(4) ketepatan penggunaan strategi pembelajaran, (5) interaktivitas, (6)
pemberian motivasi belajar, (7) kontekstualitas dan aktualitas, (8) kelengkapan
dan kualitas bahan bantuan belajar, (9) kesesuaian materi dengan tujuan
pembelajaran, (10) kedalaman materi, (11) kemudahan untuk dipahami, (12)
sistematis, runut, alur logika jelas, (13) kejelasan uraian, pembahasan,
contoh, simulasi, latihan, (14) konsistensi evaluasi dengan tujuan
pembelajaran, (15) ketepatan dan ketetapan alat evaluasi, dan (17) pemberian
umpan balik terhadap hasil evaluasi.
Berdasarkan aspek komunikasi visual, Wahono (2006)
menjelaskannya faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan
pembelajaran elektronik (e-Learning). Faktor-faktor tersebut dijelaskan berikut
ini.
… (1) komunikatif, sesuai dengan pesan dan dapat
diterima/sejalan dengan keinginan sasaran, (2) kreatif dalam ide berikut
penuangan gagasan, (3) sederhana dan memikat, (4) audio (narasi, sound effect,
backsound, musik), (5) visual (desain perwajahan, tipografi, warna), (6) media
bergerak (animasi, film), (7) layout interactive (ikon navigasi).
Daftar Rujukan
Kemdiknas. 2008. Sosialisasi KTSP: Pengembangan Bahan Ajar.
Jakarta: Kemdiknas.
Mbulu, J. dan Suhartono. 2004. Pengembangan Bahan Ajar.
Malang: Elang Mas.
Pannen, P., Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta:
Dirjen Dikti Depdiknas
Purnomo, W. 2009. Presentasi, (Online),
(http://wahyupur.wordpress.com/ presentasi/, diakses 21 Mei 2010).
Syahid, A. 2003. Pengembangan Bahan Ajar Matakuliah
Rancangan Pembelajaran Dengan Menerapkan Model Elaborasi. Tesis, Tidak
Diterbitkan. UM: PPS.
Wahono, R. S. 2008. Meluruskan Salah Kaprah tentang
e-Learning, (Online),
(http://romisatriawahono.net/2008/01/23/meluruskan-salah-kaprah-tentang-e-Learning/,
diakses 4 September 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar